
Seorang pemuda menanam pohon berduri di depan rumahnya. Tentangganya menyuruh si pemuda untuk memotong pohon tersebut dengan kapak milik sang pemuda karena kekhawatiran akan bahaya yang tidak hanya mengancam keselamatan si pemuda tapi juga para pejalan yang kerap lewat di depan rumahnya. Saat duri-duri dari pohon tersebut telah keluar nanti, ia akan melukai kakinya sendiri dan juga kaki para pejalan di depan rumahnya. Namun sag pemuda menganggap enteng dan terus menerus mengundur-undur waktu untuk menebangnya.
Roda waktu berputar tanpa henti. Si pemuda masih belum juga memotong pohon berduri itu. Bulan berganti tahun, pohon berduri itu telah tumbuh membesar, akarnya menghujam jauh ke bumi, dahan dan rantingnya kini sudah menjulur kesana kemari. Sementara pemuda ini telah berubah menjadi seorang kakek ringkih. Ketika mengetahui pohon berduri itu telah benar-benar melukai dan menyengsarakan dirinya dan banyak orang, kakek ringkih ini segera mengambil kapak berniat untuk menebang pohon berduri tanamannya. Namun betapa sayangnya ayunan kapak si kakek sudah tidak mampu lagi menggores kokohnya batang pohon. Usia uzur si kakek telah merenggut kekuatannya untuk menumbangkan pohon berduri tersebut, hasil tanamannya sendiri.
Penundaan untuk menghentikan tindakan buruk hanya semakin mengkokohkan keburukan itu sendiri dan melemahkan energi untuk merubahnya. Di dalam hati kita pohon berduri itu tumbuh saat kita melakukan keburukan kepada Allah SWT, kemaksiatan dan kedurhakaan. Jangan menunggu waktu, karena tiap detik adalah kesempatan mengakarkan, mengkokohkan pohon itu di sekujur tubuh kita. Ambillah kapak iman yang ada sebelum terlambat untuk menumbangkannya. Penundaan hanyalah melahirkan ketakberdayaan. Kelak saat kapak iman tidak lagi tajam, tubuh pun sudah kehilangan kekuatan. Belantara pohon berduri itu bahkan kelak menusuk mata, telinga, dan hati kita. Sebelum telinga kita dicemooh, mata menangis oleh kedukaan tak berujung, dan hati berdarah oleh himpitan derita dan adzab, marilah menebas pohon berduri itu. Janganlah berani melawan waktu, karena waktu selalu menertawakan keringkihan kita. Waktu akan berlalu dengan cepat tak terasa, sedangkan diri kita belum berbuat apa-apa.
Tekad kita adalah kapak itu. Tebaslah kini pohon-pohon berduri di hati. Renggutlah akar-akarnya. Seperti Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala kemaksiatan sekarang juga. Barangsiapa yang menunda-nunda untuk bertaubat berbuat kebaikan niscanya dia akan memanen kerugian dan penyesalan. Sedangkan mereka yang memanfaatkan waktu hidupnya memangkas 'pohon kemaksiatan' niscanya dia akan menjadi pribadi yang beruntung.
Penundaan untuk menghentikan tindakan buruk hanya semakin mengkokohkan keburukan itu sendiri dan melemahkan energi untuk merubahnya. Di dalam hati kita pohon berduri itu tumbuh saat kita melakukan keburukan kepada Allah SWT, kemaksiatan dan kedurhakaan. Jangan menunggu waktu, karena tiap detik adalah kesempatan mengakarkan, mengkokohkan pohon itu di sekujur tubuh kita. Ambillah kapak iman yang ada sebelum terlambat untuk menumbangkannya. Penundaan hanyalah melahirkan ketakberdayaan. Kelak saat kapak iman tidak lagi tajam, tubuh pun sudah kehilangan kekuatan. Belantara pohon berduri itu bahkan kelak menusuk mata, telinga, dan hati kita. Sebelum telinga kita dicemooh, mata menangis oleh kedukaan tak berujung, dan hati berdarah oleh himpitan derita dan adzab, marilah menebas pohon berduri itu. Janganlah berani melawan waktu, karena waktu selalu menertawakan keringkihan kita. Waktu akan berlalu dengan cepat tak terasa, sedangkan diri kita belum berbuat apa-apa.
Tekad kita adalah kapak itu. Tebaslah kini pohon-pohon berduri di hati. Renggutlah akar-akarnya. Seperti Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala kemaksiatan sekarang juga. Barangsiapa yang menunda-nunda untuk bertaubat berbuat kebaikan niscanya dia akan memanen kerugian dan penyesalan. Sedangkan mereka yang memanfaatkan waktu hidupnya memangkas 'pohon kemaksiatan' niscanya dia akan menjadi pribadi yang beruntung.
dikutip dari: alhusna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar